Kesenian calonarang merupakan sebuah pertunjukan drama tari yang ditujukan untuk kepentingan sakral (ritual keagamaan) dan tidak ditampilkan di sembarang waktu. Namun seiring perkembangan jama drama tari ini kini juga dapat disaksikan melalui televisi yang ditayangkan oleh Bali tv. Tentu saja sedikit berbeda dengan drama tari calonarang yang dipertunjukkan secara langsung karena harus dapat menyesuaikan dengan pemirsa dirumah, namun dengan penanyangan di televisi, wisatawan yang datang ke Bali tetap dapat menyaksikan pertunjukan dari Bali Hotel tempat mereka menginap tanpa perlu kemana-mana.
Pada pertunjukan drama tari Calonarang yang sebenarnya, drama tari ini di pertunjukkan dihalaman luar pura dalem dalam sebuah ritual keagamaan. Lokasi ini dipilih karena Pura ini mengeramatkan rangda, simbolik dari Durga. Rangda yang dikeramatkan ini biasanya akan hadir pada akhir pertunjukkan. Tradisi pementasan drama tari ini sering dikaitkan dengan mitologi tentang istri Dewa Siwa, yaitu Dewi Uma yang menjadi Dewi Durga, penguasa alam kematian. Drama ritual magis ini menceritakan kisah-kisah yang berkaitang dengan ilmu sihir hitam maupun putih, yang dikenal juga sebagai Pangiwa, Pangleyakan, dan Panengen. Ceritanya biasanya berasal dari cerita calonarang, sebuah cerita semi sejarah pada zaman pemerintahan Raja Airlangga di Kahuripan (Jawa Timur).
Atribut khas dari pertunjukan ini adalah adanya Tingga, yaitu semacam bale-bale yang agak tinggi yang dibangun disisi kalangan. Selain itu ada pula pohon gedang renteng dengan pepaya yang buahnya menggelayut ditengah arena. Sementara disetiap sudut kalangan ditancapkan sanggah cucuk. Pada beberapa bagian ditampilkan adegan adu kekuatan dan kekebalan (menceritakan kejadian kematian bangke-bangkean, menusuk rangda dengan senjata tajam secara bebas), karena itulah pertunjukan ini sering juga disebut sebagai pertunjukan adu kekebalan.
Terdapat 3 unsur penting dalam drama tari ini, yaitu Babarongan yang diwakili Barong Ket, Rangda dan Celuluk; Unsur Pagambuhan diwakili oleh Condong, Putri, Patih Manis (Panji) dan Patih Keras (Pandu); dan Unsur Palegongan yang diwakili oleh Sisiya – sisiya (Murid). Pertunjukan ini biasanya ditampilkan oleh seorang Balian (Dukun) yang memiliki kesaktian tinggi. Inti dari pertunjukan ini adalah memanggil leak disekitar tempat pertunjukan untuk di adu kekuatannya. Jika Balian kalah, maka Balian tersebut akan mati, namun jika Balian tersebut menang maka kemampuannya akan diakui oleh orang lain. Pertunjukan ini dimulai pada tengah malam dan penonton yang menyaksikan dilarang meninggalkan tempat pertunjukan hingga pertunjukan selesai, karena jika nekat meninggalkan tempat pertunjukan maka orang tersebut akan diganggu oleh leak. (Vivi)